PULOMERAK – Sebanyak 25 persen atau sekira 685 tanah di Kelurahan Lebak
Gede, Kecamatan Pulomerak, belum memiliki sertifikat. Berdasarkan
catatan di Kelurahan Lebak Gede memiliki 2.785 bidang tanah.
Tanah yang tidak bersertifikat tersebut disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat serta ketidakpahaman mereka tentang penting mempunyai sertifikat.
Staf Pelaksana Bagian Pertanahan Kelurahan Lebak Gede Murni mengatakan, umumnya tanah yang belum memiliki sertifikat berada di Lingkungan Cipala. Daerah tersebut berada di wilayah dataran tinggi yang tingkat kesadaran warganya rendah. “Mereka menggangap sertifikat tanah tidak begitu penting sehingga tidak perlu diurus,” katanya kepada Radar Banten, Kamis (1/3).
Dikatakan, pemerintah sebetulnya telah berupaya agar warga memiliki sertifikat. Salah satunya melalui ajudikasi atau suatu program pemerintah untuk meningkatkan jaminan kepastian atas tanah, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta memperbaiki kualitas dan mendekatkan pelayanan pertanahan dalam rangka pemberian hak atas tanah. “Program ini merupakan program nasional dengan sasaran masyarakat kurang mampu,” katanya.
Menurutnya, program ajudikasi bertujuan agar warga mempunyai sertifikat tanah secara mudah. Masyarakat yang mengikuti program ini tidak akan dikenakan biaya dalam mengurus sertifikat tanah. “Cukup melampirkan pernyataan jual beli, pernyataan waris, serta pernyataan hibah,” ungkapnya.
Ini berbeda dengan pembuatan sertifikat bila melalui mekanisme umum. Warga yang mengurus sertifikat tanpa melalui program ajudikasi persyaratannya jauh lebih rumit dan memakan biaya yang mahal. “Syaratnya harus menyertakan kuitansi jual beli dan berbagai dokumen kelengkapan lainnya. Belum lagi tiap pengukuran tanahnya dikenakan biaya,” jelasnya.
Selain program ajudikasi, juga dilakukan sosialisasi dengan mengumpulkan warga mulai tingkat RT hingga RW. “Kita memberikan penjelasan tentang keuntungan memiliki sertifikat,” ungkapnya.
Pada bagian lain, anggota Komisi III DPRD Cilegon M Iqbal mengatakan, warga yang belum mengurus sertifikat tanah umumnya trauma dengan birokrasi yang berbelit-belit. “Banyak ditemukan kasus warga tidak mengurus sertifikat lantaran birokrasinya rumit,” kata Iqbal yang juga berasal dari daerah pemilihan Pulomerak-Grogol.
Pemerintah, lanjutnya, harusnya membuat kebijakan memangkas pengurusan yang terlalu rumit. Bila ini bisa dilakukan, dengan sendirinya pun warga akan mengurus sertifikat tanah. (mg-05/air/zen)
Tanah yang tidak bersertifikat tersebut disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat serta ketidakpahaman mereka tentang penting mempunyai sertifikat.
Staf Pelaksana Bagian Pertanahan Kelurahan Lebak Gede Murni mengatakan, umumnya tanah yang belum memiliki sertifikat berada di Lingkungan Cipala. Daerah tersebut berada di wilayah dataran tinggi yang tingkat kesadaran warganya rendah. “Mereka menggangap sertifikat tanah tidak begitu penting sehingga tidak perlu diurus,” katanya kepada Radar Banten, Kamis (1/3).
Dikatakan, pemerintah sebetulnya telah berupaya agar warga memiliki sertifikat. Salah satunya melalui ajudikasi atau suatu program pemerintah untuk meningkatkan jaminan kepastian atas tanah, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta memperbaiki kualitas dan mendekatkan pelayanan pertanahan dalam rangka pemberian hak atas tanah. “Program ini merupakan program nasional dengan sasaran masyarakat kurang mampu,” katanya.
Menurutnya, program ajudikasi bertujuan agar warga mempunyai sertifikat tanah secara mudah. Masyarakat yang mengikuti program ini tidak akan dikenakan biaya dalam mengurus sertifikat tanah. “Cukup melampirkan pernyataan jual beli, pernyataan waris, serta pernyataan hibah,” ungkapnya.
Ini berbeda dengan pembuatan sertifikat bila melalui mekanisme umum. Warga yang mengurus sertifikat tanpa melalui program ajudikasi persyaratannya jauh lebih rumit dan memakan biaya yang mahal. “Syaratnya harus menyertakan kuitansi jual beli dan berbagai dokumen kelengkapan lainnya. Belum lagi tiap pengukuran tanahnya dikenakan biaya,” jelasnya.
Selain program ajudikasi, juga dilakukan sosialisasi dengan mengumpulkan warga mulai tingkat RT hingga RW. “Kita memberikan penjelasan tentang keuntungan memiliki sertifikat,” ungkapnya.
Pada bagian lain, anggota Komisi III DPRD Cilegon M Iqbal mengatakan, warga yang belum mengurus sertifikat tanah umumnya trauma dengan birokrasi yang berbelit-belit. “Banyak ditemukan kasus warga tidak mengurus sertifikat lantaran birokrasinya rumit,” kata Iqbal yang juga berasal dari daerah pemilihan Pulomerak-Grogol.
Pemerintah, lanjutnya, harusnya membuat kebijakan memangkas pengurusan yang terlalu rumit. Bila ini bisa dilakukan, dengan sendirinya pun warga akan mengurus sertifikat tanah. (mg-05/air/zen)