Zainuddin Paru |
Jakarta (23/5) – Kuasa Hukum
Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zainudin Paru
mengatakan, gugatan Fahri Hamzah salah dan membingungkan. Karena tidak jelas
yang digugat personil pimpinan PKS atau institusi.
“Pihak Penggugat bingung dalam
menentukan subyek hukum Tergugat. Apakah kepada personal ataukah institusi?
Jika Penggugat menuntut secara personal, itu jelas salah alamat,” terang
Zainuddin Paru usai persidangan kasus Fahri Hamzah melawan DPP PKS di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (23/5).
Zainuddin menyebutkan, Pasal 8
ayat (2) Reglement op de Rechtsvordering (Rv), mengatur bahwa gugatan
sekurang-kurangnya mencantumkan nama tergugat dan alamat rumah Tergugat
masing-masing. Sementara FH menggugat para Tergugat dalam kapasitasnya sebagai
Pejabat Partai. Itu bisa dilihat dari alamat para Tergugat di Kantor PKS.
"Ini menimbulkan error
in personal,” jelas Zainuddin.
Menurut Zainuddin, jika benar
Fahri menggugat sebagai personal harusnya cukup mencantumkan nama tanpa
kapasitasnya sebagai pejabat Partai, dan alamatnya rumah masing-masing
Tergugat, bukan kantor partai.
“Ini membingungkan. Inginnya ke
personal tapi surat gugatannya ditujukan ke lembaga!” katanya.
Ketua Departemen Hukum dan HAM
DPP PKS ini juga mengingatkan, proses pemecatan Fahri berlangsung panjang,
berjenjang, dan dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi partai, seperti Badan
Penegak Disiplin Organisasi (BPDO), Majelis Qadha, dan Majelis Tahkim.
“Sehingga bagaimana mungkin ini
masalah personal, padahal proses dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi Partai?”
lanjut dia.
Zainudin juga menilai konstruksi
gugatan yang dibuat pihak Penggugat tidak lengkap karena mengabaikan peran
Majelis Qadha dalam pemecatan dirinya. Hal itu terlihat dari hanya personil
BPDO dan Majelis Tahkim saja yang dijadikan Tergugat. Sementara personil
Majelis Qadha yang juga memiliki peran besar dalam pemecatan FH tidak digugat.
“Saudara Fahri dan kuasa hukumnya
ceroboh! Gugatan mereka tidak lengkap, secara prosedural ini cacat! Karena
mereka mengabaikan peran Majelis Qadha PKS,” imbuh Zainuddin.
Zainuddin menerangkan, dalam
Pedoman Partai Nomor 2 Tahun 2015, BPDO melakukan persidangan dengan membentuk
terlebih dahulu majelis persidangan yang bernama Majelis Qadha.
“Tanpa Majelis Qadha, tidak akan
muncul rekomendasi BPDO. Dari hasil persidangan Majelis Qadha itulah kemudian
rekomendasi pemecatan dihasilkan. Ini jelas kesalahan fatal!”
Secara urutan, jelas Zainudin,
proses dimulai dari BPDO, kemudian ke Majelis Qadha, dan dilanjutkan ke Majelis
Tahkim. “Jadi pihak Penggugat tidak bisa mengesampingkan peran Majelis Qadha,”
katanya lagi.
Dalam sidang hari ini, Tim
Advokasi DPP PKS menggugat balik atau rekonvensi kepada Fahri Hamzah untuk membayar
ganti rugi sebesar Rp 500 (lima ratus rupiah) lebih.
Gugatan lainnya, karena FH
dianggap telah melukai nilai-nilai persaudaraan dan melecehkan wibawa Partai di
depan publik, PKS juga minta agar Majelis Hakim memerintahkan FH meminta maaf
kepada pimpinan, kader, dan konsitituen PKS secara terbuka di media massa baik
cetak, daring (online), maupun elektronik di 34 provinsi di Indonesia.
Sidang berikutnya akan
dilanjutkan dua pekan lagi dengan agenda penggugat menjawab gugatan balik dari
pihak tergugat.
sumber: pks.id