Bagi sebagian golongan bulan Safar dianggap sebagai bulan sial atau pamalih, padahal beberapa peristiwa bersejarah terjadi pada bulan ini. Mari kita simak:
Pernikahan agung yakni baginda Rasulullah dengan Khadijah binti Khuwailid.
Hasil pernikahan di bulan safar ini, Allah mengkaruniai keturunan yakni Qasim (julukan Abul Qosim), Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum, Fatimah dan Abdullah (julukan at Thoyib at Thohir ).
Kisah Darun Nadwah
Siang itu kamis 25 safar tahun 14 dari kenabian para pembesar quraisy berkumpul. Pembesar quraisy adalah kabilah Bani Makhzum, Abu Jahal. Bani Naufal diwakili oleh Jubair bin Muth’am, Thuaimah bin Adiy, dan al-Harits bin Amir, tampak juga Jubair bin Rabiah, Abu sufyan bin Harb menjadi wakil dari Bani Abdusyams, sementara An-Nadhar bin al-Harits mewakili Bani Abdul Dar. Selain dari mereka, hadir juga Abul Bukhturi bin Hisyam, Zam’ah bin Al-Aswad, dan Hakim bin Hisyam dari Bani Asad. Dan dari Bani Sahm hadir Nabih bin al-Hajjaj, sedang dari Bani Jamh datang Umayyah bin Khalaf.
Seluruh pembesar quraisy berkumpul untuk membahas langkah-langkah strategis mematahkan dakwah Rasulullah Saw. Akhirnya disepakati usulan dari Abu Jahal yakni seluruh kabilah mengirimkan pemuda yang kuat, lalu bersama-sama membunuh Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw mulai sakit.
Sepulang dari Haji Wada' (haji perpisahan) bulan safar tahun ke 11 Hijriyah Rasulullah mengalami sakit. Permulaan sakit Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Sa‘ad dari Abu Muwahibah, mantan budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah saw, ia berkata: "Rasulullah saw pernah mengutusku pada tengah malam seraya berkata: 'Wahai Abu Muwaihibah, aku diperintahkan untuk memintakan ampunan bagi penghuni (kuburan) Baqi‘ ini, maka marilah pergi bersamamu.' Kemudian aku pergi bersama beliau. Ketika kami sampai di tempat mereka, beliau mengucapkan: 'Assalamu‘alaikum ya ahlal maqabir! Semoga diringankan (siksa) atas kalian sebagaimana apa yang dilakukan manusia. Berbagai fitnah datang seperti gumpalan-gumpalan malam yang gelap, silih berganti yang akhir lebih buruk dari yang pertama.'
Kemudian beliau menghampiriku seraya bersabda: ;Sesungguhnya aku diberi kunci-kunci kekayaan dunia dan keabadian di dalamnya, lalu aku disuruh memilih antara hal tersebut atau bertemu Rabb-ku dan sorga.' Aku berkata kepada beliau: 'Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ambillah kunci-kunci dunia, dan keabadian di dalamnya kemudian surga.' Nabi saw bersabda: 'Demi Allah tidak wahai Abu Muwahibah! Aku telah memilih bertemu dengan Rab-ku dan sorga.' Kemudian Nabi saw memintakan ampunan untuk penghuni Baqi' dan meninggalkan tempat. Sejak itulah Rasulullah saw mulai merasakan sakit yang kemudian beliau meninggal dunia."
Tragedi Ar-Raji
Bulan safar tahun ketiga datanglah beberapa utusan dari kabilah Udlal dan Qarah kepada Rasulullah dan mengatakan bahwa berita tentang islam telah datang kepada mereka. Oleh sebab itu, mereka sangat membutuhkan orang-orang yang akan mengajarkan islam. Kemudian Rasulullah mengutus beberapa sahabat diantara lain; Murtsid bin Abi Murtsid, Khalid bin Al-Bakir, Ashim bin Tsabit, Khubaib bin Ady, Zaid bin Datsinah dan Abdullah bin Thariq. Rasulullah saw menunjuk Ashim bin Tasbit sebagai pemimpin mereka.
Setibanya di Ar-Raji', sebuah perairan milik Kabilah Hudzail yang dikenal dengan nama Banu Lihyan, di pinggiran Hijaz. Mereka berjalan dan dibuntuti oleh kabilah Hudzail dengan sekitar seratus pemanah. Ashim bin Tsabit dan para sahabat mengetahui hal tersebut, segara berlindung sebuah bukit kecil di padang pasir. Akhirnya ketujuh sahabat terkepung, salah seorang dari suku hudzail berkata “ Kami berjanji tidak akan membunuh seorang di antara kalian jika kalian turun kepada kami.“ Ashim berkata: “Saya tidak akan menerima perlindungan orang kafir. Ya Allah, sampaikanlah berita kami kepada Nabi-Mu.“
Kemudian para sahabat dibunuh kecuali Khubaib, Zaid, dan seorang lagi. Khubaib dan Zaid dibawa pasukan Banu Lihyan ke makkah untuk dijual. Khubaib dibeli oleh Banu Harits bin Amir bin Naufal, sedangkan Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umayyah dan akhirnya mereka dibunuh.
Tragedi Bir' Ma'unah
Bulan Safar tahun keempat hijriyah Abu Barra' Amir bin Malik menemui Rasulullah saw di madinah. Kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya engkau mengutus shahabat-shahabatmu kepada penduduk Najd untuk mengajak mereka kepada Islam, aku berharap mereka akan menyambutnya.”
Abu Barra' menyahut, "Aku yang menjamin keselamatan mereka." Mendapat jaminan Abu Barra', Rasulullah saw mengutus 70 orang pilihan, tokoh kaum muslimin dan Ahli al-Quran yang dipimpin oleh Al-Mundzir bin Amru yang berasal dari suku Sa'idah.
Setiba di Bir' Ma'unah, sebuah tempat yang terletak diantara perkampungan Bani Amir dan Bani Hurrah bin Salim, mereka istirahat terlebih dahulu. Mereka lantas mengutus Haram bin Milhan, saudara Ummu Sulaim untuk menyampaikan surat dari Rasulullah kepada Amr bin Thufail. Setelah diterimanya, Amr bin Thufail tidak menghiraukan justru memerintahkan seseorang untuk membunuh Haram bin Milhan. Tiba-tiba dilemparkan tombak dari arah belakang hingga tembus di dada.
Amr bin Thufail segera mengajak Bani Amir untuk memerangi utusan Rasulullah, namun Bani Amir tidak memenuhi ajakan tersebut sebab masih dalam jaminan Abu Barra'. Kemudian Amr bin Thufail mengajak Bani Hurrah bin Salim dan disambut ajakan tersebut termasuk kabilah Ra'i dan Zakwan. Mereka mengepung semua para sahabat. Para sahabat mencoba melakukan perlawanan, namun terbunuh semua kecuali Ka'ab bin Zaid yang ditemukan ditengah-tengah korban dan dalam keadaan terluka parah.
Ketika itu, Amru bin Umayyah dan Al Mundzir pergi mengurusi keperluan para sahabat. Melihat burung-burung terbang melayang-layang ditempat peristiwa. Mereka segera bergegas menuju tempat dan akhirnya Al Mundzir terbunuh, sedangkan Amru bin Umayyah tertawan. Namun setelah diberitahu bahwa beliau berasal dari kabilah Mudhar, ia akhirnya dibebaskan.
Kemudian Amru bin Umayyah bergegas menuju madinah menemui Rasulullah untuk menceritakan peristiwa tersebut. Rasulullah saw tampak sangat sedih. Kesedihan yang mendalam hati Rasulullah, sehingga beliau mendo'akan kebinasaan kabilah-kabilah tersebut selama 30 hari.
Pengangkatan Usamah bin Zaid
Sepulang dari haji wada', Rasulullah mengarahkan pandangan ke arah utara yaitu perbatasan syam. Rasulullah saw ingin agar kaum muslimin memiliki pertahanan yang kuat agar setiap serangan musuh dapat ditangkis dan dilawan dengan mudah dan cepat. Dan beliau tergingat dimana Zaid bin Haritsah gugur di daerah sini waktu perang mut'ah. Oleh karena itu Rasulullah saw mengirimkan pasukannya ke daerah perbatasan utara untuk melumpuhkan kekuatan musuh yang dipandang sangat berbahaya.
Pada bulan safar Rasulullah mempersiapkan kaum muslimin untuk berperang. Pasukan kaum muslimin yang berjumlah 3000 ribu dan didalamnya terdapat banyak sahabat. Rasulullah memerintahkan untuk berangkat ke tanah al-Balqa yang berada di Syam, persisnya tempat gugur (syahidnya) Zaid bin Haritsah. Keesokan hari, 29 Safar tahun 11 H atau 24 Mei 632 Rasululllah memanggil Usamah bin Zaid supaya menghadap beliau. Setelah Usamah menghadap, Nabi mengangkatnya menjadi panglima perang untuk memimpin pasukan yang akan diberangkatkan itu.
Nabi bersabda, “Pergilah kamu ke tempat terbunuhnya bapakmu, injaklah mereka dengan kuda. Aku menyerahkan pimpinan ini kepadamu, maka perangilah penduduk Ubna pada pagi hari dan bakarlah (hancur binasakanlah) mereka. Cepatlah kamu berangkat, sebelum berita ini terdengar oleh mereka. Jika Allah memberi kemenangan kepadamu atas mereka, janganlah kamu berlama-lama bersama mereka. Bawalah bersamamu petunjuk-petunjuk jalan dan dahulukanlah mata-matamu.”
Kemenangan Kaum Muslimin atas kerajaan Persia
Tanggal 14 Safar 16 H atau 17 Maret 637 M kaum muslimin memperoleh kemenangan atas persia di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Sebelumnya kaum muslimin berperang hebat di qadisiyah(masuk negara Irak) dan di bawah komando panglima besar yakni Sa'ad bin Abi Waqqash dan Rustum (Panglima dari Persia).
Berakhirnya Pemerintahan Bani Abbasiyah
Pada tanggal 9 safar tahun 565 H/ 14 februari 1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu'tashim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad(1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung tentara Hulughu Khan.
Meninggalnya Sholahuddin Al-Ayubi
Menjelang wafatnya beliau menyampaikan pesan "Jangan Tumpahkan Darah, Sebab darah yang terpecik tak akan pernah tidur". Pada tanggal 27 Safar 859 atau 15 Februari 1455 Sholahuddin menghembuskan nafas terakhir di damaskus. Para pengurus jenazah terkaget-kaget karena Sholahuddin tidak memiliki harta. Ia hanya memiliki kain kafan dan uang senilai 66 dirham nasirian (mata uang suriah pada waktu itu).
Beliau mempunyai penasihat yakni Ibnu Qudamah, Ibnu Az-Zaki Asy-Syafi'i, dan Ibnu Naja' al-Qadiri al Hambali.
Wallahu alam bishowab...
Sumber :
Sirah Nabawiyah, Sa'id Ramadhan Al Buthi
Majalah Al Intima' edisi bulan safar
http://yasalunaka.blogspot.com
http://muhammadqosim.wordpress.com
http://ibutina.com
http://ishlahuddin.wordpress.com
sumber-sumber lain
Tags
Nasehat
Posting Komentar